Friday, June 10, 2005

Storyboard ke-61

Impossible, huh?
Nggak juga, finally approved-board yang juga konsep ke-60 di-reject, for sum reason. Anyway, back to square one.
Setelah berbulan-bulan brainstorming-present-revisi-present lagi?
C'mon.. Be realized, di agency local yg kliennya 'hmm', semuanya bisa terjadi.
"It's only advertising, nobody dies!" kata Neil French, ternyata cukup menghibur hari-hari ini

OK, now within the budget constraint (hey, it's been approved), we've to develop it--again.
Malapetaka? Mungkin. Challenge? Harus!
Jadi inget waktu men-serve MNC client, worldwide brand, whatever the creative is, bisa diimbangi sama buying power untuk productionnya.
So, switch the mindset kelihatannya harus dijalankan, bukan 'budget following creative' tapi 'creative following budget'.
Isn't it nice? 15", simple execution, locked camera, less setting, less talent, no travel abroad etc.

Poin yang kelihatannya harus di-bold adalah pertama, the art of servicing. Semua agency menghadapi masalah klasik ini, karena klien di mana pun nature-nya sama, 'we're king'. Kok sampai banyak banget ya revisinya? Apakah kliennya bego? bisa ya bisa tidak. Atau agency-nya gak kreatif? Hmm ini bisa di-judge kok saat output-nya aired on media.

Kedua, client education. Depends on how your agency have the willing, ada klien lokal dengan knowledge yang advance, tapi banyak juga multinational client yang have no idea dengan apa yang mereka inginkan.
Jadi di sisi klien bukanlah brand apa yang di-handle, tapi siapa yang meng-handle.
Mark Waites dari Mother London, one day menang pitch salah satu brand Unilever, dia ditanya koleganya kok berani-beraninya handle brand Unilever yang di London sendiri terkenal dengan habit dan karakter yang menurut orang-orang advertising di sana cukup menyebalkan, can't do this can't do that.
Dia cuma bilang, "We're not dealing with Unilever, we're dealing with people behind the Unilever's brand we've won the pitch".

Nah yang ketiga kelihatannya cukup menarik, komunikasi. Agency people sering bilang kalau mereka jago di communication (tepatnya how to communicate), kenyataannya sering terjadi miskomunikasi, within the agency atau juga dengan klien, hmm.

Keempat, please don't blame others but myself. Iklan kerjaan tim, di mana tiap orang di tim terlibat pada job-desc masing-masing. Ah kliennya sih susah, AE yang cuma kayak messenger, film director yang bandel, produser yang gak suportif, dan segudang justification lain yang sering terlontar saat output dinilai jelek baik dari sisi kreatif maupun tugas dia membangun brand di consumer's mind.
It's all my fault, kenapa supervisinya gak habis-habisan ya? Kenapa takut dan minder kerja bareng fotografer atau film director top? To name but a few.

Kelima, mungkin cukup dulu untuk hari ini, love your brand, love your work, love yourself. Love, kata yang mungkin udah basi namun sebenarnya tak akan jadi basi.
Once you have love in mind and heart, it'll give the best enjoyment, drive you crazy in a positive way to bring the best output. Best output will gives reward, apapun itu, kalaupun cuma temen yang muji iklannya keren, that's an award too.
Konsumen yang suka iklannya rasanya bisa jadi ultimate award, di samping sertifikat dan trofi serta bonus dari kantor tentunya :)

Just a thought.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home